Saat ini, tidak perlu merogoh kocek terlampau dalam untuk lakukan
program bayi tabung. Dengan cost 200 euro atau lebih kurang rp 2, 5 juta,
sebagian pasangan infertil terutama yang ada di negara-negara berkembang
memperoleh secercah harapan untuk memiliki anak.
Layaknya diambil dari AFP, selasa
( 9/7/2013 ), tim dari Belgia yang ada di balik proyek tersebut, menyebutkan
bahwa cost yang dipakai cuma 10 sampai 15 % dari program IVF ala barat. Dengan
menggunakan pendekatan skala yang diperkecil dari laboratorium bayi tabung
biasanya.
Prosedur ini memakai sistem dua
tabung sederhana untuk ganti karbon dioksida ( CO2 ) spesial Inkubator, gas
medis, serta sistem pemurnian udara dimana kultur embrio ditempatkan dalam
piringan laboratorium.
Menurut presentasi di the european
society for human reproduction and embryology ( eshre ), konferensi tahunan di
london, tehnik ini telah diterapkan pada pasien IVF dibawah umur 36 tahun. Waktu
itu, sekurang-kurangnya ada delapan sel telur yang siap dibuahi.
Saat dokter memperbandingkan
prosedur laboratorium konvensional dengan bayi tabung memiliki biaya lebih
rendah, kualitas embrio serta peluang untuk hamil sepadan. Sejauh ini, telah
ada 12 bayi tabung memiliki biaya rendah yang lahir serta situasinya sehat.
Hasil awal ini yaitu bukti bahwa
sistem budaya dapat dirancang lebih sederhana untuk tawarkan penyembuhan untuk
pasangan infertil dengan biaya terjangkau, terutama di negara-negara
berkembang. Terlebih IVF yaitu hanya satu jalan keluar problem infertilitas
ini, ujar Elke Klerkx dari genk Institute for Fertility Technology.
Menurut Klerkx, ini yaitu langkah
besar untuk penyembuhan kesuburan yang universal serta sesuatu terobosan
penting dalam perihal hak asasi manusia, kesetaraan, serta keadilan sosial. Umumnya,
di negara-negara maju, sistem bayi tabung ini membutuhkan cost , 5 juta sampai
3 juta euro atau Rp 19 miliar sampai Rp 38 miliar.
Ada juga cost yang lebih murah
lebih kurang 300 ribu euro atau lebih kurang Rp 3, 8 miliar. Sampai sekarang
ini, sudah lahir kian lebih lima juta bayi tabung, semenjak bayi tabung
pertama, Louise Brown yang lahir tahun 1978.
Pada bln. november mendatang,
genk Institute for Fertility Technology merencanakan merampungkan pembangunan
pusat pengembangan IVF rendah cost serta berikan kursus untuk klinik-klinik di
negara berkembang. Perihal ini karena mahalnya cost penyembuhan merupakan
kendala di negara berkembang hingga wanita infertil barangkali menghadapi
stigma, pelecehan, serta pengucilan.
Problem infertil barangkali
problem kesehatan yang sangat kerap diabaikan di negara berkembang yang menurut
WHO, merubah kian lebih dua juta pasangan, kata Klerkx.
0 komentar:
Posting Komentar